Nama Karya : Detik
Terbaik
Dibuat oleh : Ali Rafsanjani
Jenis : Cerita pendek (28
november 2016, Jakarta)
Seorang
pria pegawai swasta yang baru saja di phk dari kantornya pulang kerumah.
Meskipun dia tau kalau kondisi di rumah dan di kantor sama kalang kabutnya.
Hening langkah yang ia rasa sama dengan kondisi hatinya yang kosong.
“tumben
mas kok pulang cepet?”
“kemarin
pulang kemaleman salah, sekarang pulang kepagian salah mau kamu apa sih dek?”
“yaa…
engga gitu juga mas, kan mas biasanya pulang sore”
“halah
kamu itu kan gak tahu menau, toh yang kerja aku bukan kamu”
“maaf
mas”
“makanya
jangan nanya nanya mulu jadi istri”
“mas
kenapa sih? Baru pulang kok udah marah marah gitu?”
“males
mas”
“terus
harusnya gimana”
“kok
malah nanya lagi, harusnya kalo mas pulang yaa kamu bikinin kopi atau teh gitu”
“lha
gimana adek mau bikin kopi orang bahannya ga ada mas”
“kan
udah mas kasih duit”
“kapan,
dua bulan yang lalu? Udah abis mas”
“makannya
di iritin”
“itu
udah irit emang uangnya aja yang kurang, mankannya mas cari duit yang banyak,
gaji sekarang udah ada mas?”
“uang
lagi, uang lagi, kamu itu cuman maunya uang…”
“iya
lah, kalo ga ada uang mau gimana?”
“kemana?”
“entah”
menghentikan langkahnya sebelum keluar
“mas,
aku ga ngerti sama kamu. Dulu kamu penuh gairah dan cerita yang hebat”
“memang”
kembali menutup pintu
“terus
dimana itu sekarang”
“itu
cuman masa SMA”
“terus?”
“masa
SMA itu adalah masa dimana aku mudah dibohongi oleh kenyataan bahwa jadi
penulis itu bias kaya RAYA” ucapan sang suami mengeras
“mungkin
memang begitu, tapi aku suka jiwa semangatmu itu mas”
“semangat
itu cuman buat orang bodoh”
“semangat
itu yang membuatku jatuh cinta padamu” ucap istri pelan
Sang
suami terdiam sesaat seakan sedikit sadar atas ucapan istrinya
“mas,
aku cinta kamu yang dulu”
“iya,
kamu cinta aku yang dulu. Sekarang bilang kalau kamu cuman butuh uang”
“mas
ngomong apa sih, gak nyambung”
“udah
lah, aku gajelas ya karna kamu” bentak terakhir sang suami dan pintu di tutup
olehnya dengan keras
Sang
istri tertegun memikirkan suaminya yg telah berubah
Setiap
hari yudi pergi bekerja naik angkot meskipun yudi sangat membenci angkot karena
bau penumpang yang macam – macam tidak jelas, kondisi kendaraan yang kurang
layak dan kadang ada beberapa sopir yang menyetir seolah - olah jalanan itu adalah
miliknya. Tak lama menunggu berhentilah sebuah angkutan. Terpaksa ia menaikinya
karena keuanganya yang selalu sedikit.
Tak
seperti hari – hari sebelumnya, kali ini angkot terlihat sangat sepi. Hanya ada
dua laki – laki yang duduk disampingnya. Satu di depanya dan satu di belakang.
Tak lama satu orang di depanya mengetuk tangan ke atas sambil menyerukan sopir
tuk berhenti. Yang dibelakang yudi menyenggol sedikit lalu turun. Perjalanan
angkotpun dilanjutkan, sesampainya tempat yang ia tuju yudi turun dan sadar akan
kehilangan dompet. Maaf adalah kata yang paling dominan diucapkanya. Sang sopir
pun kesal dan injak gas dengan wajah kesal
Terhitung
dua hal buruk pada dirinya, satu di phk, satu di copet.
“ah
sial banget, asemm, hp gue jugaa…. ” saat akan menghubungi temanya
Setelah
sadar hpnya juga hilang yudi hanya bias pasrah pada keadaan. Yudi kembali berjalan
lurus. Beberapa kali hampir jatuh namun yudi berhasil menahan keseimbanganya.
Memasuki
gang komplek yang sempit dengan tembok mengelilinginya. Yudi berjalan dengan
kepala terseret pada tembok. Sampailah yudi di rumah temannya.
“bud…
budi…” panggilnya dari depan pintu berwarna merah
“mas
budinya udah ga ada mas” ucap tetangga di balik pagar
“lagi
kemana dia?” balas yudi
“dia
udah meninggal maksudnya”
“hah
mati?”
“iya,
mas ga dikabarin?”
Sesaat mendengar ucapan tadi, yudi
teringat akan hal yang terjadi kemarin malam. Yudi dan budi sama – sama di-phk
disiang harinya. Mereka diberikan uang pesangon dan langsung keluar. Yudi dan
budi tidak langsung pulang kerumah masing masing melainkan bercerita tentang
satu sama lain di sebuah warteg dekat kantor. Entah iblis mana yang merasuki
mereka berdua, mereka memilih untuk menghabiskan uang pesangon mereka dengan
miras. Dengan dalih beratnya beban hidup, mereka berdua sama – sama berfikir untuk
mengakhiri hidup dengan mabuk -mabukan. Tapi hingga beberapa botol dan obat
yang telah mereka beli tidak membunuh mereka hingga akhirnya terbesit untuk
membeli obat kadaluwarsa di warung sebelah.
Tapi tetap saja hingga sore menjelang, tubuh mereka berdua menolak untuk
mati. Hal itu membuat mereka frustasi dan memilih pulang kerumah.
“mungkin
efeknya telat kali yaa, curang kamu yud mati ga ngajak – ngajak” yudi mengucap
dalam hati
Tidak
lama mengucap kata – kata itu yudi langsung terjatuh ke lantai keramik putih
dan batuk darah seketika. Terasa seperti tuhan mengabulkan permintaan yudi,
mencabut nyawanya.
“mas
kenapa mas?” ucap sang tetangga panik “tolong tolong” teriaknya.
Kilasan
warna warna menghias otaknya yang setengah sadar efek obat – obatan semalam.
Hormon kesenanganya melebihi rasa yg lain hingga dia tidak bisa merasakan
tubuhnya sendiri. Yang ia tau dari apa yang dia rasa hanya senyum lebar di
mulutnya. Entah dimana dia sekarang, dia hanya mendengar suara orang – orang
yang mengerubunginya, mengangkatnya ke sebuah sepeda motor. Seseorang
membawanya cepat ke suatu tempat. Sesampainya disana, bertemulah yudi dengan
sebuah kasur beroda. Empat orang mendorong dan menggiringnya ke dalam ruangan.
Tak lama sebuah benda tajam menusuk tanganya. Terdengar suara sang isteri yang
memanggilnya. Ia melihatnya ditahan oleh beberapa orang sebelum dapat memasuki
ruangnya itu. Dalam kaburnya pandangan ia hanya pasrah oleh kuatnya bius tadi.
“uhh..
heh”
“mas..,
mas udah sadar?”
“huh
iya…” walaupun dia masih setengah sadar
“mas
tadi kenapa? Kok bisa sampe kayak gini?”
“ngga
tau, tadi seinget mas, mas kerumah budi terus tiba tiba disini, eh ini dimana?”
“kita
di rumah sakit mas”
“maafin
aku lis”
“mas,
kata dokter kamu terkena efek samping obat – obatan yang terlalu banyak”
“sebenernya
lis, aku memang mabuk”
“aku
memang ngga mudah buat maafin itu, tapi sekarang yang penting mas sehat dulu,
dokter bilang kondisi mas udah agak baikan nanti sore kita boleh pulang”
“lis,
aku malu”
“ngomong
apaan sh mas”
“aku
di-phk terus mabuk - mabukan”
“udah
ahh mas..” sela isterinya
“kecopetan
segala macem, terus sekarang nyusahin kamu” lanjut yudi
“udah
mas…” ucap sang isteri mengeras seolah tak ingin mendengar pengakuan dari sang
suaminya lagi.
“kalo
begini terus kamu bakalan tersiksa, jadi dengan berat hati aku mencerai..”
disela kembali
“cukup..”
selaan yang cukup keras dan disambung dengan kecupan dalam sang isteri kemulut
suaminya. Persis sebelum sang suami mengucap cerai
Ciuman sang isteri mampu
menghentikan segala rasa pada tubuh yudi. Yudi menangis terharu. Betapa
sayangnya sang isterinya itu kepadanya. Namun dia harus tetap menceraikanya.
Bagaimanapun besarnya cinta sang isteri dia harus menceraikanya agar hidup sang
isteri akan lebih baik jika tanpa dirinya. Namun untuk saat ini yudi tak
mungkin langsung melepaskan pelukan dan ciuman mesra sang isterinya. Biarlah
sementara ini yudi dan lisa saling mengadu rasa yang paling dalam dan penuh
cinta meski sesaat.
“mas
kenapa ga jujur aja?”
Yudi
terdiam
“kitakan
udah jadi suami istri lama, kalo mas cerita lis yakin ga akan sampai kaya gini”
“maafin
mas lis, maaf”
“yaudah
yang penting mas sekarang udah sadar dokter bilang kalo kondisi mas membaik
sore nanti bisa pulang”
Sang
istri kembali memeluk suaminya, hati yudi pun luluh pelukan mereka semakin
erat. Tanpa sadar yudi menangis terharu di pundak isterinya.
“makasih
ya lis udah mau maafin mas”
“iya
mas iya…”
Waktu telah menunjukan pukul lima
sore, cahaya lembayung memasuki jendela ruanganya itu. Tak terasa mereka berdua
tertidur dalam satu pelukan. Gerahnya ruangan rumah sakit itu membangunkan
keduanya. Tak lama seorang perawat mengetuk pintu dan masuk.
“misi
mas mba, saya mau ngecek infusnya dulu”
“I,
iya” jawab mereka berdua yang masih setengah kantuk
Sang
perawat terlebih dahulu memberikan thermometer kepada yudi dan memintanya tuk
memakainya di mulut. Lalu ia mengecek beberapa yang lain. Tak lama kemudia pak
dokter masuk kedalam dan menanyakan beberapa hal ke pada perawat.
“baiklah,
sampai sini biar saya yang urus” ucap pak dokter kepada perawat.
“gimana
dok?” Tanya lisa
“kondisi
mas yudi sekarang udah lebih baik dari terakhir kali kita ngecek, dan sekarang
sudah boleh pulang” ucap pak dokter dengan nada yang menyenangkan.
“alhamdulilah..”
ucap lisa
“trimakasih
dok, udah nolongin saya” ucap yudi
“sama
– sama mas yudi, lain kali jangan pernah mencoba hal – hal yang aneh seperti
ini lagi yaa”
“iya
dok” balasnya dengan wajah tertunduk
“mungkin
mas yudi akhir – akhir ini sedang dalam masa sulit, tapi jangan sampai punya
pikirang bunuh diri pake obat – obat warung yang kadaluwarsa”
“maaf
dok” balas yudi
“jangan
minta maaf kesaya mas, ke isteri mas aja, kan kasian dia kalo ditinggal
suaminya tercinta”
“maaf
ya lis” ucapnya mengarah ke lisa
“yang
penting sekarang mas sehat”
Yudi
tersenyum kecil
“yasudah,
sekarang saya mau keluar ada urusan lain yang mau saya kerjakan”
“iya
dok, makasih ya dok” ucap yudi dan lisa
“hayuuk
mas, kita pulang. Aku mau masak buat kamu”
“makasih
ya lis, aku makin sayang sama kamu” ucap yudi menyenangkan hati isterinya.
Comments
Post a Comment