Matahari masih di atas memperlihatkan
langit yang cerah, secerah masa depanku yang sedang ku bangun sekarang. Bangku ini
adalah bangku yang paling kusukai karena terbebas dari keramaian sekolah. Berada
di bagian belakang sekolah dekat dengan persawahan dan bersampingan dengan
pohon rindang, disinilah tempatku dapat menyenangkan diriku disaat penat. Menatap
ke ujung persawahan yang masih hijau adalah kesukaanku. Awan putih nan lembut
menambah hiasan warna biru dari langit. Senyum dan senyum yang selalu terselip
olehku.
Sendiri sudah kebiasaanku namun
bertemanpun aku mau. Kami makan, belajar dan tertawa bersama. Hanya saja dari
banyaknya siswa di sma ini hanya ada dua orang yang mengetahuinya. Lina dan
randi adalah teman semenjak kelas satu smp. Kami bertiga tidak berpisah meski
terkikis oleh waktu bahkan waktulah yang membuat kami saling makin dekat. Tapi siang
ini aku sedang sendiri hanya bertemankan musik yang tersambung dengan headset
ke telingaku. Sedikit bersandar dan menutup mata, lamunananku dikagetkan dengan
dinginya kaleng capucinno yang ditempelkan oleh seseorang ke pipiku. Mengingat tadi
randi ingin mengobrol denganku, aku yakin ini adalah dia.
“nyet… ngagetin gue lu”
“yeee….. dikasih kopi gak mau lu?”
“maulah, ngagetinya gamau” sambil menangkap kopi yang ia
lemparkan
“ga sibuk kan lu?” ucapnya duduk didepanku
Plek… *suara kaleng “ srpt… ahh….em…em…” jawabku
menggelengkan kepala sambil meminum kopi
“gue kira lu belajar kan bentar lagi UN”
“belajar hanya untuk orang bodoh kaya lu”
“mentang mentang ulangan dapet gede mulu lu sombong bet”
“hahaha….. nah ada apa?”
Plek…*suara kaleng “gue bingung mau mulai dari mana” lalu
randi meminumnya
“ngomong aja”
Randi mengambil nafas berat “gue pengen nikahin lina” ucapnya
pelan sambil memutar mutarkan kaleng seakan mengaduk kopinya
*blrp.. uhuk…uhuk… “hah? Ntar deh gue gak salah denger nih?”
ucapanya membuatku batuk
“I..iya itulah yang gue pikirin akhir akhir ini” randi
membalas
“lu yakin kita sama sama tau lah sifat ngeselin dia kaya
gimana”
“iya tapi itulah yang buat gue suka ama dia. Dia perempuan
yang selalu ada buat gue. Emang salah yaa?”
Mendengarnya seperti itu mengingatkanku pada lamunanku tadi “
gak sih gue kaget aja karna gue piker kita bertiga ini sahabatan dari dulu”
tambahku ini membuat seolah randi tidak cocok dengan lina
“persis setelah UN berakhira ku akan mengatakan perasaanku
ini padanya” ucapanya terdengar meyakinkan seakan itu telah terjadi sekarang “aku
yakin dia akan berkata yang sama kepadaku” semakin dalam perkataanya ini terasa
menyentuh rasa di lubuk hati “aku benar benar mencintainya dan aku akan
menikahinya setelah kita lulu dari SMA kita ini” aku tak bias berfikir lagi “menuutlu
gimana?”
“eh…” pertanyaannya membingungkanku “kalo gue fikir sih
orang tuanya juga bakal setuju karna lu anak orang kaya jadi mereka gak akan
mempertanyakan kehidupan anaknya nanti” balas ku “gue bakal dukung lu kok
bagaimanapun kejadiannya nanti” eh…
“gue gak nyangka lu bakal dukung gue. Gue fikir lu punya
rasa ama dia tapi thanks ya bro lu udah mau ngedukung gue” balasanya dengan
senyum lega.
“he’eh iya” balasku aneh karena yang sebenarnya dikatakan
olehnya itu…
Benar.
Comments
Post a Comment